Jumat, 30 April 2010

Sebelum Budek, Rehatkan Telinga dari Suara Bising.

Polusi suara hampir tidak mungkin dihindari. Tak hanya suara keras, kebisingan tingkat rendah secara terus menerus akan menurunkan kemampuan dengar. Istirahatkan telinga dari suara-suara bising sebelum budek datang.

Psikolog lingkungan Dr Arline Bronzaft mengatakan makin hari manusia semakin dibanjiri oleh suara-suara. Bukan hanya suara keras yang bisa membuat sakit pendengaran seseorang, tapi juga suara-suara biasa saja yang secara konstan terdengar oleh manusia sepanjang hari.

Dia mengatakan tingkat kebisingan rendah yang terus menerus (kronis) juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi telinga.

"Dalam 30 tahun terakhir tingkat kebisingan telah meningkat tajam. Hal ini tidak saja mengganggu ketenteraman, tapi juga mempengaruhi kehidupan dan kesehatan sehari-hari," ujar Dr Bronzaft, seperti dikutip dari CBCNews, Rabu (28/4/2010).

Bronzaft menjelaskan ada banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara kebisingan tingkat rendah yang terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan.

Kebisingan dalam skala rendah pun bisa memicu sakit kepala, mudah lelah, stres, insomnia, tekanan darah tinggi, masalah jantung dan pencernaan, gangguan sistem kekebalan tubuh, perilaku agresif dan masalah belajar anak-anak.

Suara apa yang merusak telinga?

Para ahli sepakat kebisingan terus menerus yang terjadi di atas 85 desibel akan merusak pendengaran seseorang. Semakin tinggi intensitasnya, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk merusak pendengaran.

Kehilangan pendengaran biasanya terjadi secara bertahap dan tanpa rasa sakit. Gejala mulai kehilangan pendengaran antara lain setelah mendengar suara keras, biasanya telinga akan berdengung atau kesulitan mendengar.

Hal ini disebut dengan ambang pergeseran sementara, setelah beberapa jam atau hari biasanya akan kembali normal. Tapi jika terjadi berulang-ulang, maka pergeseran sementara ini bisa berubah menjadi permanen.

Sebelum kehilangan pendengaran, ada beberapa tanda yang bisa menjadi peringatan dini. Tanda-tanda tersebut seperti dikutip dari CHCHearing.org adalah:

1. Timbul suara berdengung (tinnitus) di telinga segera setelah terpapar kebisingan.

2. Kesulitan untuk memahami pembicaraan. Seseorang bisa mendengar semua kata-kata yang         diucapkan, tapi tidak dapat mengerti semuanya.

3. Telinga seperti tertutup setelah terkena paparan suara.

Tidak ada kata terlambat untuk mencegah kehilangan pendengaran akibat suara-suara bising. Mulailah mengistirahatkan telingan dengan cara:

1. Sebisa mungkin mengecilkan volume suara yang didengar atau dihasilkan.

2. Menghindari atau mengurangi batas waktu berada dalam tempat yang bising seperti konser         musik rock atau klub malam.

3. Usahakan untuk menggunakan pelindung pendengaran jika harus berada di lingkungan yang       bising.

4. Menghentikan sementara penggunaan headphone.

5. Menghindari penggunaan headphone untuk meredam suara bising di luar seperti kereta atau       lalu lintas.

6. Gunakanlah volume yang pintar 'smart volume' dalam menggunakan MP3 player.

Tutup telingamu selama 60 detik siang ini pukul 14.15 – 14.16 WIB adalah imbauan Masyarakat Bebas Bising dalam rangka memperingati Hari Sadar Bising Sedunia yang jatuh hari ini, Rabu 28 April.

Orang Depresi Lebih Banyak Makan Cokelat.

Seseorang boleh khawatir jika tiba-tiba banyak makan cokelat. Bukan cuma soal takut gemuk, melainkan karena ada kemungkinan orang itu sedang mengalami depresi.

Dilansir dari AOL, Selasa (26/4/2010), penelitian yang dilakukan para ahli dari University of California membuktikan bahwa orang yang sedang depresi cenderung mengkonsumsi lebih banyak cokelat. Penelitian tersebut dimuat dalam Archives of Internal Medicine edisi 26 April.

Peneliti mengamati 931 partisipan pria dan wanita yang tidak sedang mengonsumsi antidepresan. Partisipan yang hasil tesnya menunjukkan tingkat depresi tinggi mengonsumsi cokelat sebanyak 8,4 penyajian tiap bulan. Sementara yang tidak mengalami depresi hanya mengonsumsi cokelat sebanyak 5,4 penyajian per bulan.

Tingkat depresi paling tinggi dialami partisipan yang mengonsumsi cokelat 11,8 penyajian tiap bulan. Hasil ini mengejutkan, karena sejumlah penelitian terdahulu menyebutkan cokelat sebagai makanan yang mampu mendongkrak mood.

Seorang pakar kejiwaan dari University of California, Christos Ballas memberikan tanggapan dingin atas temuan itu. Menurutnya, banyak faktor kenapa para partisipan yang mengalami depresi tersebut memilih cokelat untuk dimakan.

"Siapa yang tahu seberapa parah depresi yang mereka alami jika tidak makan cokelat. Orang yang depresi mungkin tahu apa yang baik untuk mereka dan cokelat mereka gunakan sebagai swa-medikasi," ungkap Ballas.

Para peneliti sendiri mengakui, hubungan cokelat dengan efek psikologis yang ditimbulkan sangat kompleks, sehingga butuh penelitian lebih lanjut. Tidak bisa disimpulkan apakah cokelat bisa mengatasi depresi, atau justru merupakan pemicu.

Pendapat senada juga diungkap Dr. Gregory Simon dari Group Health Research Institute. Ia berpendapat bahwa orang yang sedang depresi akan memilih makanan sesuai dengan seleranya. Memilih cokelat sama seperti memilih makanan yang manis atau berlemak, tidak ada manfaat khusus selain untuk memenuhi selera.